Rabu, 12 September 2012

Pemerintah Harus Dirikan Akademi Komunitas

JAKARTA (Suara Karya): Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) yang baru disahkan DPR pada 13 Juli lalu, memerintahkan pemerintah untuk mendirikan Akademi Komunitas (Community College). Lembaga itu adalah lembaga pendidikan tinggi jenjang D-1 dan D-2 yang dirancang fleksibel, baik dari sisi kurikulum, program studi, dan waktu perkuliahannya.

"Dalam Akademi Komunitas ini nantinya program studi disusun sesuai dengan sumber daya dan potensi lokal masing-masing daerah. Konsepnya seperti apa, sudah kita buat. Tinggal disesuaikan dengan masing-masing daerah saja," kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Djoko Santoso kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (17/7) terkait dengan UU Dikti.

Dijelaskan, Akademi Komunitas tidak hanya bisa didirikan oleh pemerintah, tetapi juga kalangan swasta. Pemerintah sendiri, tahun ini akan mendirikan 20 Akademi Komunitas yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Pada tahap awal ini, Akademi Komunitas akan dititipkan di beberapa perguruan tinggi negeri (PTN). Karena tenaga pengajarnya diambil dari dosen yang terkait dengan program studinya," ujarnya.

Jadwal perkuliahan, lanjut Djoko, diatur sangat fleksibel. Mahasiswanya bisa cuti di setiap semesternya untuk bekerja. "Boleh kuliah satu semester dulu, kemudian cuti untuk bekerja. Kalau punya uang, kuliah lagi. Proses perkuliahannya sangat fleksibel, karena yang penting dia harus bekerja sesuai dengan jurusannya," papar Djoko.

Pendirian Akademi Komunitas, Djoko mengatakan, dimaksudkan untuk menjamin perluasan akses bagi anak bangsa yang ingin menikmati pendidikan tinggi, sejalan dengan peningkatan mutu sumber daya tenaga kerjanya.

"Lulusan perguruan tinggi kita masih sangat kecil, baru 20 persen. Akademi Komunitas merupakan salah satu cara bagaimana anak bangsa ini bisa meningkatkan kualitas pendidikannya, tanpa kehilangan kesempatan kerja," katanya.

Tentang keluhan perguruan tinggi yang kesulitan membuka program studi prodi baru, Djoko mengakui, pihaknya memang menunda sejumlah prodi baru karena tengah dilakukan pembinaan prodi yang ada. Sebab ada sekitar 4.000 prodi yang belum mendapat akreditasinya.

"Jika satu prodi belum terakreditasi, perguruan tinggi tidak bisa mengeluarkan ijazah. Itu sebabnya pendirian prodi baru masih tertahan," ucapnya.

Namun, lanjut Djoko, dengan adanya UU Dikti, maka setiap perguruan tinggi baru akan mendapatkan akreditasi secara otomatis baik untuk penyelenggaraan institusi maupun program studi. Akreditasi ini diperoleh pada saat memperoleh izin penyelenggaraan.

Sumber : Suara Karya Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri tanggapan anda.